Kristus: Daya Gerak Solidaritas

Bacaan: Yohanes 12 : 1-8

Ada beberapa orang berpendapat bahwa memiliki relasi mendalam dengan Tuhan secara personal bisa membuat kita menjadi kurang peduli dengan sesama yang membutuhkan. Benarkah? Mungkin bisa saja demikian. Namun bukankah seharusnya cinta kepada Kristus secara personal justru mendorong rasa sayang kita kepada ciptaan-Nya? Di sisi lain, ada juga yang berpendapat bahwa sekarang ini banyak orang hanya beragama secara ritual semata namun tanpa hasrat kuat untuk berelasi dengan Tuhan. Benarkah demikian? Mungkin saja.

Seperti yang dikisahkan dalam Yohanes 12 : 1-8 dimana disana dikisahkan tentang Maria melakukan sesuatu yang mengejutkan yakni meminyaki kaki Yesus dengan minyak narwastu yang mahal lalu menyeka kaki-Nya dengan rambutnya. Apa yang Maria lakukan merupakan ekspresi cintanya kepada sosok Yesus. Bagi Maria, Yesus bukan hanya sosok yang memiliki kuasa namun juga sahabat yang penuh empati kepadanya. Yesus ikut menangis kala Lazarus, saudara Maria, mati. Lalu Yesus membangkitkan Lazarus dari kematian! Oleh karena itu, bisa kita mengerti jika Maria begitu menunjukkan rasa cinta sekaligus hormatnya kepada Yesus.

Namun tidak demikian dengan pemikiran Yudas Iskariot terhadap tindakan Maria terhadap Yesus. Justru kritik pedas yang Maria terima, Yudas menyoroti mahalnya harga minyak yang menurutnya bisa diuangkan dan dibagi-bagikan kepada orang miskin. Mungkin saja banyak orang yang setuju dengan pemikiran Yudas yang terkesan “empati dengan orang miskin”. Meski sesungguhnya motif batin Yudas lebih kepada rasa ‘eman-eman’ kepada harga jual minyak yang amat menggiurkan, namun sebenarnya ‘sifat aslinya adalah tidak jujur dan tidak tulus. Yudas tidak dapat mengendalikan lidahnya, tidak dapat melihat perbuatan baik dan cepat mencela akan pelayanan orang lain.

Demikian juga rasa Cinta Kristus yang ditunjukan oleh Paulus dalam Filipi 3 : 4b-14 yg mengisahkan tentang kebanggan Paulus sebagai keturunan Yahudi. Tetapi  perjumpaan dengan Kristus mengubah secara total pandangan Paulus dan sikap hidup pelayanannya. Paulus menegaskan pilihannya untuk meninggalkan kemelekatan pada hal-hal kebanggaan lahiriah, serta menegaskan keberaniannya untuk mengejar nilai utama “mengenal Kristus”,Jangan sampai semua hal lahiriah itu menghambat pengenalan akan Kristus.

Dan di masa Pra-Paska V ini, kita diajak untuk merenungkan betapa besar hasrat dan gairah Maria dan Paulus untuk mencintai Yesus dan menghayati relasi mendalam dengan-Nya, lebih dari apapun. Hal ini menginspirasi kita semua untuk menumbuhkan cinta kepada Yesus yang menapaki jalan-jalan penderitaan menjelang Paska. Satu hal yang kita pelajari adalah bahwa: mengikut Yesus bukan hanya soal pengetahuan tentang-Nya namun juga relasi dengan-Nya.

Tuhan Yesus Memberkati

%d blogger menyukai ini: