Rawatlah Gereja, Penuhi Dengan Pujian

Renungan Minggu, 9 September 2012

Bacaan :  Kisah Para Rasul 2 : 41-47

Referensi : PPAG, Tagertalak dan Musik (Kliping koran)

Dari berbagai media, dalam beberapa tahun terakhir ini banyak pengamat sosial politik yang mengkritisi para pemimpin di negara kita dalam bekerja dengan istilah mati rasa ataupun mencederai hati rakyat demi mengejar kepentingan pribadi atau kelompoknya. Suatu hal yang bertentangan dengan harapan rakyat banyak yang telah memilihnya.

Dahulu, Plato seorang filsuf menyatakan bahwa negara yang ideal adalah negara yang dipimpin oleh seorang yang cerdas/berpengetahuan dengan tentara yang memiliki kedalaman jiwa, dan untuk itu musik (kesenian) menyediakannya. Selanjutnya dibanyak negara pendidikan musik diwajibkan khususnya bagi para pemimpin (termasuk tentara) karena selain bisa membentuk kedalaman jiwa (menghaluskan budi pekerti, melembutkan hati) juga kecerdasan serta nasionalisme. Hal yang sama ditunjukan dari hasil penelitian Universitas Northwestern (USA) bahwa dengan belajar musik dapat meningkatkan kemampuan mendengar, belajar dan hasil kognitif seseorang.

Dari bacaan yang mencerminkan kehidupan awal jemaat, pada bagian akhir diceritakan bagaimana jemaat senantiasa bersekutu sambil memuji Tuhan dan disukai setiap orang (ayat 47). Dalam perkembangannya Gereja menggunakan puji-pujian (musik, nyanyian) dalam setiap kegiatannya (kebaktian, persekutuan). Hal ini tentulah bukan sekedar mengikuti tradisi, melainkan dijadikan salah satu sarana yang bertujuan agar di dalam Gereja (kehidupan bersama religius yang berpusat pada Yesus Kristus) terbentuk suasana/kondisi yang menumbuhkan kecerdasan (AK: berhikmat) dan kedalaman jiwa, kehalusan budi pekerti, kelembutan hati dan sebagainya (AK: buah Roh) serta mendapatkan simpati masyarakat sekitarnya.

Di sisi lain yang perlu diwaspadai adalah penggunaan puji-pujian yang tidak tepat, yang justru dapat menimbulkan hal-hal negatif, antara lain: suara yang sangat keras sehingga mengganggu orang lain atau untuk mempengaruhi ”kesadaran” pendengarnya (dilakukan berulang-ulang tanpa henti) ataupun dijadikan ajang bagi penyandang ”Sindrom Ingin Tampil” yaitu hasrat/keinginan yang luar biasa/tak terbendung untuk bisa tampil dihadapan publik secara langsung atau melalui media, dimana segala daya/cara/dana dipakai termasuk yang tidak baik.

Karena itu puji-pujian yang benar diharapkan dapat menjadi salah satu sarana kehidupan bergeraja terawat/terpelihara dan semakin mendapatkan simpati masyarakat sekitarnya. Dengan demikian maka gereja (GKJ) berfungsi sesuai jatidirinya yang harus mewartakan Karya Penyelamatan Allah, baik tugas panggilan ke dalam (pemeliharaan iman warga) maupun ke luar (kepada orang yang belum percaya kepada Injil).