MENYADARI & MERESPON KASIH TAK TERNILAI

Yohanes 12: 1-8

Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan diperlengkapi dengan kemampuan berpikir, merasakan dan bertindak.

Dengan pikirannya manusia diperkaya pengetahuan; dengan perasaannya manusia dimampukan untuk bertoleransi, berempati dan tindakannya meneguhkan jatidirinya.

Dengan tema di atas kita diajar dan diajak untuk meneguhkan siapa sebenarnya kita (jatidiri kita) dan bagaimana seharusnya kita bertindak.

Kasih yang Tak Ternilai atau Kasih yang Paling Berharga yang sudah diberikan oleh Allah melalui Karya dan Pengorbanan Tuhan Yesus Kristus mengingatkan kita bahwa itu adalah Harta yang Paling Berharga. Mengapa demikian? Karena dengan Kasih Allah itu kita manusia dikembalikan pada jati diri yang sebenarnya dan sekaligus kita diberi sesuatu yang mendasar bagi kebutuhan kita, yaitu Keselamatan.

Kasih yang tak ternilai yang memberi kebutuhan hakiki manusia inilah sebagai harta yang paling berharga, melebihi kekayaan harta, pangkat dan kepandaian.

Di setiap masa Paskah orang Kristen (kita) senantiasa dingatkan akan hal ini (yaitu Kasih Allah yang tak Ternilai). Untuk apa? Supaya manusia senantiasa sadar akan dirinya yang sudah diberi sesuatu yang tak ternilai harganya, yang terpenting dan yang paling hakiki.

Penghayatan ini berulang-ulang diberikan, karena dalam hidup sehari-hari manusia seringkali lupa bahkan melupakan akan hal ini. Manusia lebih membanggakan harta, kedudukan, kepandaian dsb.

Kesadaran dan penghayatan akan Kasih Allah yang Tak Ternilai diharapkan tetap menjadi Dasar bertindak bagi orang percaya.

Dalam kehidupan yang semakin dipengaruhi sikap konsumeristis, manusia (termasuk orang Kristen) juga sering terseret di dalamnya. Banyak orang Kristen melupakan Harta yang paling Berharga yang sudah diberikan oleh Allah melalui Karya Tuhan Yesus Kristus.

Banyak orang Kristen yang hidupnya lebih mementingkan dan membanggakan pangkat, pendidikan dan harta (yang fokusnya adalah Uang), sehingga menjadi orang yang materialistis.

Bacaan di atas ingin menunjukkan kritik Tuhan Yesus terhadap Yudas yang memiliki sifat materialis dan membandingkan dengan sikap Maria yang pernah menerima Kasih Kristus ketika pernah membangkitkan Lazarus dari kematian.

Berbeda dengan Yudas, Maria yang menyadari Kasih Kristus itulah maka Maria tidak berhitung dalam melakukan pembasuhan kaki Yesus dengan menggunakan minyak Narwastu yang mahal harganya.

Kasih Kristus yang menghidupkan kembali Lazarus, disadari oleh Maria bahwa itu adalah sesuatu yang sangat berharga dan tidak dapat dibanding dengan minyak Narwastu yang mahal.

Dengan menyadari Kasih Allah yang tidak ternilai ini, setiap kita diajak untuk tetap menjadikannya sebagai dasar menjalani hidup, supaya orang kristen tidak terhanyut dan terarah pada pembanggaan diri karena jabatan, kepandaian, harta (uang) dan sebagainya, tetapi berdasar pada Kasih Allah dalam Karya Tuhan Yesus Kristus.

Sadar dan merespon Kasih Allah yang Tak Ternilai ini dalam hidup sehari-hari, menjadi kesaksian tentang siapa Kristus dan siapa kita. Amin.