TERSUNGKUR, LALU BERSYUKUR
Bacaan: 2 Raja-raja 5:1–3, 7–15 | Mazmur 111 | Lukas 17:11–19
Dalam perjalanan hidup, setiap keluarga tak luput dari tantangan. Keluarga Kristen pun sering menghadapi tekanan ekonomi, perbedaan nilai, stres pekerjaan, masalah dalam relasi, bahkan masalah kesehatan mental. Dalam situasi seperti itu, tak jarang keluarga “tersungkur” bahkan terpuruk oleh karena kenyataan. Namun di tengah keterpurukan, Allah memanggil kita untuk tetap menjadi ecclesia domestica, yakni keluarga sebagai gereja kecil yang membangun iman, karakter, dan kasih di dalam rumah tangga.
Kisah Naaman (2 Raja-raja 5) menunjukkan bahwa kesembuhan sejati datang dari kerendahan hati dan ketaatan. Naaman, seorang panglima besar yang menderita kusta, akhirnya sembuh bukan karena kekuatannya, melainkan karena mau mendengarkan, percaya, dan taat pada perintah Tuhan. Kesembuhannya membawa pada perubahan total yakni fisik, sosial, dan spiritual yang berujung pada ucapan syukur kepada Allah.
Demikian pula dalam Injil Lukas (17:11–19) tentang sepuluh orang kusta disembuhkan oleh Yesus, namun hanya satu yang kembali untuk bersyukur dan ia adalah orang Samaria. Dari sini kita belajar bahwa berkat Tuhan sejatinya diterima banyak orang, tetapi ternyata hanya sedikit yang benar-benar menyadarinya dan bersyukur. Rasa syukur sejati lahir dari hati yang mengenal kasih Tuhan, bukan sekadar dari keadaan yang membaik.
Bersyukur bukan hanya sikap pribadi, tetapi juga kebiasaan rohani yang perlu ditumbuhkan dalam keluarga. Saat makan bersama, saat memberikan uang saku, atau saat bercerita tentang pertolongan Tuhan di masa sulit, semua hal bisa menjadi kesempatan untuk menanamkan iman dan rasa syukur. Keluarga yang belajar bersyukur akan lebih kuat menghadapi berbagai tekanan hidup. Hal-hal apa yang menguatkan kita untuk dapat selalu bersyukur dalam keadaan yang berat dan sulit? Bagaimana rasa syukur meskipun dalam pergumulan, dapat kita bagikan dan ajarkan kepada setiap anggota keluarga kita?
Dalam semangat bulan keluarga ini, marilah kita meneladani Naaman dan si kusta orang Samaria. Ketika tersungkur oleh pergumulan, jangan berhenti di sana. Mari bangkit, memandang kepada Kristus, dan bersyukur karena kasih dan pemeliharaan-Nya tidak pernah berkesudahan. Kiranya setiap rumah tangga kita menjadi ecclesia domestica yakni tempat iman bertumbuh, kasih diwujudkan, dan syukur dinyanyikan setiap hari. Sebagai penutup renungan ini kita diajak, “bangkitlah dari keterpurukan, dan biarlah syukur mengalun menjadi lagu yang indah dan merdu dalam kehidupan keluarga anda.” Tuhan memberkati. Amin.