Kasih Karunia dan Damai Sejahtera Menyertai Kamu

Wahyu 1 : 4b-8,  Efesus 2 : 1-5

 

Himne klasik karya John Newton “Sungguh Besar AnugerahNya (Amazing Grace)” merupakan salah satu lagu yang digemari dunia. Namun anugerah itu lebih menakjubkan daripada yang kita ketahui. Dalam perjanjian baru, kata anugerah atau kasih karunia dihubungkan dengan karya keselamatan Allah bagi manusia.

 

Istilah kasih karunia seringkali oleh beberapa orang disamakan dengan “belas kasihan”. Pengertian dari dua istilah ini seharusnya dibedakan. Anugerah disebut juga kasih karunia (grace) adalah pemberian Allah yang tidak selayaknya diberikan kepada kita karena kita tidak pantas untuk menerimanya. Sedangkan belas kasihan (mercy), yang disebut juga rahmat adalah tindakan Allah yang tidak memberikan kepada kita apa yang sepatutnya kita terima, yaitu penghakiman dan neraka untuk selama-lamanya. Allah yang kaya dengan rahmatNya, Ia menahan murkaNya, dan sebaliknya memberi kita anugerahNya (Efesus 2:4). Jadi kasih Allah yang besar itu dinyatakan dalam kemurahanNya melalui dua pemberian, yaitu kasih karunia dan rahmat.

Perbedaan itu dapat digambarkan demikian, “jika seseorang membunuh anak si “A” dan dihukum mati dan si “A” membiarkan hukuman berlaku, itu adalah keadilan. Jika si “A” menyatakan supaya si pembunuh jangan dihukum mati, itulah belas kasihan atau rahmat. Jadi si pembunuh tidak menerima apa yang seharusnya dia terima karena kejahatannya. Namun jika si “A” membawa si pembunuh anaknya ke rumahnya dan mengadopsinya sebagai anak dan memberi dia seluruh kasih dan hak-hak istimewa serta warisan kepadanya, itu kasih karunia atau anugerah.

Anugerah pertama-tama muncul setelah kejatuhan manusia dalam dosa. Dosa membuat hubungan antara manusia dengan Allah terputus. Manusia dalam kodrat lamanya yang berdosa tidak mampu menyadari dan tidak mampu menanggapi hal-hal rohani dari Allah. Manusia tidak mampu melakukan apapun untuk mengubah kodrat maupun keadaan keberdosaannya (Roma 3:9-20). Maka jelaslah bahwa manusia memerlukan kasih karunia Tuhan yang memampukannya untuk dapat melakukan kembali hal yang benar menurut pandangan Tuhan. Manusia yang telah mati secara rohani perlu dihidupkan kembali secara rohani (Efesus 2:1-5).

Sifat Allah yang kudus membuat Ia murka terhadap manusia yang melanggar hukum-hukumNya dan mengharuskanNya menghukum manusia berdosa tersebut. Sementara itu, sifat Allah yang kasih menuntutNya mengasihi manusia berdosa, dengan memberikan kemurahan, kebaikan, dan belas kasihan kepada manusia. Disini kekudusan dan kasih Allah dikonfrontasikan. Allah tidak dapat mengorbankan salah satu dari kedua sifat tersebut yaitu kekudusan dan kasih. Lalu bagaimana cara Allah menegakkan supremasi hukum dan keadilanNya atas dosa manusia? Dengan “korban pengganti” yang akan menjalankan hukuman itu (Kolose 2:13-14).

Hanya kematian Kristus saja yang dapat meredakan kemarahan Allah dan memenuhi tuntutan keadilanNya. Kristus secara sukarela menanggung hukuman yang seharusnya dijatuhkan kepada manusia. Dengan demikian kekudusan, hukum dan keadilan Allah ditegakkan.

Lalu bagaimanakah seharusnya respon kita terhadap kasih karunia Allah?

  1. Menerima kasih karunia Allah itu dengan percaya kepada Yesus Kristus.
  2. Melakukan perbuatan baik sebagai rasa syukur untuk apa yang telah Allah lakukan bagi kita.
  3. Kita harus bertumbuh dalam kasih karunia.

Tuhan memberkati kita semua. Amin.