Buah dari Kejujuran

Renungan Minggu, 21 Oktober 2012

Amsal 11 : 1- 6

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata  jujur  adalah:  1 lurus hati; tidak berbohong (masalah dengan berkata apa adanya); 2 tidak curang (masalah di permainan, dengan mengikuti aturan yang berlaku 3 tulus; ikhlas.

Ketidak jujuran berjalan dalam kehidupan  manusia hampir seusia dengan manusia itu sendiri hal ini jelas terlihat dalam Kejadian 4: 9.  Bahkan lebih dari itu, “ketidak tulusan” mulai tercium samar ketika manusia pertama mulai mendengarkan dan mengikuti nasehat Iblis untuk meragukan kasih Tuhan yang memberi mereka  perintah  untuk tidak memakan atau meraba buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.

Hal tersebut berlangsung hingga sekarang. Kejujuran tampaknya bukan hal yang menarik untuk dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang berlaku jujur terlihat seperti “santapan empuk” di dalam kehidupan yang keras ini. Orang  yang berlaku jujur tampaknya akan kebagian potongan kue yang terakhir, dan biasanya, hanya remah-remahnya saja. Sampai di sini tampaknya hikmat dunia yang berkata berlakulah curang agar bisa menang adalah benar, tapi apakah memang demikian?

Amsal 11:1-6  yang menjadi bacaan kita menyatakan lain.  Di dalam bacaan kita tertulis, bahwa TUHAN tidak berkenan kepada kecurangan dan bahwa di dalam hidup ini ketulusan dan kebenaran orang jujur akan memimpin,membimbing dan menyelamatkan mereka.  Amsal ini ditulis oleh Salomo, dia memberi kesaksian bahwa ada buah dari kejujuran yaitu, perkenanan TUHAN, pimpinan dalam hidup, kelepasan dari maut dan damai sejahtera.

Jika TUHAN berkenan maka kita akan dipimpinNya, dilepaskanNya dari maut dan diberi damai sejahtera itulah buah kejujuran yang membuat kita menang mengalahkan kehidupan ini. TUHAN sangat mampu menjamin hidup orang percaya. Ketika Musa mengingatkan orang Israel tentang perjalanan mereka di padang gurun, dia berkata apa  yang mereka alami di sana salah satunya bertujuan  “…untuk membuat engkau mengerti bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia  hidup dari segala yang diucapkan TUHAN ( Ulangan 8:3)”.

Jika TUHAN sangat mampu menjamin hidup manusia yang dipimpinNya. Apakah kita masih memerlukan alasan lain untuk berani berlaku jujur?