Dapatkah Kupercaya Kata-katamu?

Bahan PA Dewasa Bulan Keluarga Tahun 2012, dikutip apa adanya dari Bahan MPHB Sinode GKJ di http://gkj.or.id/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=576

 

TUJUAN:

Peserta dapat menghayati pentingnya berkata benar  dan mampu menerapkannya dalam hidup  sehari-hari

 

BAHAN:

Matius 5 : 33 – 37

 

PENJELASAN TEKS:

Teks Alkitab ini merupakan sebagian kecil dari rangkaian pengajaran Tuhan Yesus di bukit. Isi khotbah Yesus itu sangat menarik perhatian orang banyak, dan meninggalkan kesan yang sangat mendalam pada para pendengar (lihat pasal 7:28-29). Apa yang diajarkan Yesus merupakan hal baru; firman yang telah mereka kenal dari pada nabi, ditafsirkan ulang oleh-Nya dan diberi makna baru; dan hal itu terasa sangat memikat hati orang banyak.

Pada bagian ini Yesus mengajar orang banyak tentang pentingnya orang berkata benar dan jujur. Yesus menegaskan kepada para pengikut-Nya untuk menjadi orang yang dapat dipercaya, dan itu dimulai serta termasuk dalam hal berkata-kata atau berbicara. Yesus juga menegaskan tidak boleh orang bersumpah hanya untuk menguatkan apa yang dikatakannya, sebab itu menjadi tanda bahwa perkataannya diragukan. Dalam PL, ada hukum yang melarang orang untuk mengucapkan sumpah palsu (Im. 19:12; Bil. 30:2; Ul. 23:21), namun Yesus memperluas dan memperdalam hukum itu dengan mengatakan bahwa orang tidak perlu bersumpah demi apapun juga.  Yesus menegaskan bahwa kata-kata para pengikut-Nya harus bisa dipegang dan dipercayai kebenarannya. “Jika ya: katakan ya; dan jika tidak: katakan tidak” demikian tegas-Nya.

 

PERENUNGAN:

Orang mudah berkata bahwa dalam hidup ini kita tidak dapat jujur seratus persen. Adakalanya kita harus berbohong “demi kebaikan”. Adakalanya kita juga harus pandai berdiplomasi,  dan kalau perlu kita bisa mengubah apa yang kita katakan, kita sesuaikan dengan situasi yang kita hadapi.  Bukankah “lidah tak bertulang”? Kita berdalih bahwa semua itu perlu kita lakukan demi kebaikan bersama, baik untuk diri kita maupun untuk orang lain. Pada kesempatan lain, kita justru  berpikir, berbohong lebih baik daripada berkata yang sebenarnya.

Ada banyak cara untuk mengatakan yang tidak sebenarnya. Mengatakan sesuatu secara halus – lebih tepatnya  memperhalus kata-kata/bahasa (eufemisme) – seringkali bukan merupakan tanda kesantunan, namun lebih disebabkan karena perasaan takut menyinggung perasaan orang lain atau takut kena risiko. Kata-kata yang berubah-ubah juga menjadi tanda bahwa orang tidak berani bertanggung jawab.

Bagaimana pengalaman kita bila dihadapkan pada firman Tuhan? Bagaimanakah kita bersikap atau menanggapi firman itu?  Renungkan sejenak, apa yang akan  terjadi atau yang kita alami, bila kata-kata kita tidak dapat dipercaya? Bagaimana jadinya hubungan kita dengan orang lain, dengan tetangga kita atau dengan rekan bisnis kita? Apakah yang akan kita peroleh bila kita menjadi orang yang tidak dapat dipercaya, keuntungan atau kerugiankah?

 

ILUSTRASI:

Seorang suami suatu hari pulang terlambat ke rumah. Selepas jam kantor sore itu ia tidak langsung pulang ke rumah, namun ia pergi menjumpai wanita kekasih gelapnya. Ia pulang ke rumah ketika hari sudah larut malam. Sebelum masuk ke rumah, ia melumuri tangannya dengan bedak, dan kemudian dilapnya tangan itu, namun dengan masih meninggalkan bekas tangan yang kena bedak. Ketika ia membuka pintu rumahnya, ternyata sang istri belum tidur, dan iapun segera ditanya mengapa ia pulang larut malam. Si suami itu menjelaskan bahwa ia tidak langsung pulang ke rumah,  namun mengunjungi kekasih gelapnya dulu, dan setelah cukup lama bertemu, barulah ia  pulang ke rumah. Demikianlah sang suami menceritakan dengan jujur apa yang terjadi. Ternyata sang istri tidak percaya, dan ia menganggap suaminya hanya membual. Ia mendekati suaminya, menarik tangannya, dan segera ia membentak: ”Sudah berapa kali aku bilang, kalau selesai bekerja, langsung pulang, jangan coba-coba membohongi aku ya…; kamu kembali lagi pada hobimu bermain bilyard bersama teman-temanku dulu kan, ayo mengaku….”.

 

 Catatan:

“Bedak” dalam ilustrasi di atas adalah bedak yang digunakan untuk bermain bilyard, bukan bedak untuk rias wajah.

 

 

PERTANYAAN PANDUAN DISKUSI:

  1. Percakapkan ilustrasi di atas, hal-hal apa saja yang muncul dalam benak saudara? Sharingkan!
  2. Mengapa orang tidak (berani) berkata benar?  Sebutkan sebab-sebabnya dan berikan contoh-contoh nyata dalam hidup sehari-hari, baik dalam kehidupan berjemaat maupun dalam keluarga

Bagikan pengalaman saudara ketika saudara memegang teguh apa yang saudara katakan; bagikan pula pengalaman saudara ketika saudara tidak setia dengan apa yang saudara katakan, apa yang saudara dapatkan/alami dengan sikap-sikap itu?